Hasil Penulisan PTK Peserta Workshop Peningakatan Karir PTK 2013
MGMP IPS SMP Kabupaten Malang tahun 2013
Panitia telah menyelesaikan program Workshop Peningkatan Karir PTK 2013. Tentu banyak sekali hal-hal baru yang didapat khususnya yang menyangkut problematika penulisan PTK bagi guru di wilayah Kabupaten Malang.
Beberapa guru masih mengalami kendala teknis berkaitan dengan penulisan PTK, termasuk peilihan kata, pemilihan kalimat sampai pada penentuan penulisan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Oleh karenanya diperlukan pendampingan dan verifikasi (editing) agar hasil yang diperoleh bisa maksimum.
Berikut kami cantumkan salah satu karya peserta dari peserta Workshop Peningkatan Karir PTK tahun 2013.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Undang-Undang
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU
RI No. 20/2003). Tujuan Pendidikan
di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan sekolah, yaitu pengetahuan,
nilai, sikap dan kemampuan untuk meningkatkan dirinya dengan lingkungan alam,
sosial, budaya dan kebutuhan daerah.
Salah
satu disiplin ilmu yang diajarkan di SMP dan erat kaitannya dengan masalah
kehidupan dan lingkungan masyarakat di sekitar siswa adalah mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). “IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki
tujuan mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta
dalam kehidupan demokrasi. Pembelajarannya menggunakan cara-cara yang
mencerminkan kesadaran pribadi kemasyarakatan, pengalaman budaya dan
perkembangan pribadi siswa.
“Kelemahan
utama yang dirasakan dalam sistem pendidikan di Indonesia ialah pelaksanaan
proses pembelajaran yang kurang mendorong terjadinya pengembangan siswa yang
dinamis dan budaya berpikir kritis” (Fadjar, 2005:4). Dalam proses pembelajaran
anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal
informasi. Tantangan mendasar dalam pembelajaran IPS dewasa ini adalah mencari
strategi proses pembelajaran inovatif yang memungkinkan bagi peningkatan mutu
pendidikan IPS. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan
peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku
dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya,
dan peningkatan kualitas manajemen sekolah. Salah satu bukti dari upaya yang
telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan tampak dengan adanya
perubahan orientasi pembelajaran dari belajar yang terpusat pada guru menjadi
terpusat pada siswa. Hal ini didukung dengan berubahnya paradigma dari model pembelajaran behavioristik menjadi
model pembelajaran konstruktivistik, oleh
karena itu penentuan pendekatan dan model pembelajaran yang tepat akan ikut
mendukung perubahan orientasi pembelajaran tersebut.
Namun
sampai saat ini masih banyak guru yang memiliki pandangan bahwa dalam
pembelajaran disekolah, kelas yang baik adalah kelas yang tenang dan tidak
berisik. Sehingga menyebabkan banyak guru yang masih menitik beratkan pada
model belajar ceramah dalam pembelajaran IPS yaitu metode pembelajaran yang
berpusat pada guru, dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru, sehingga
dengan metode ini guru secara mutlak menjadi satu-satunya sumber belajar bagi
siswa. Metode ceramah sebenarnya bukan metode yang buruk jika digunakan dalam
proses belajar mengajar, akan tetapi bila metode ceramah dilakukan tanpa
memberikan variasi metode yang lain dapat membuat siswa merasa bosan karena
hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan pembelajaran yang bersifat teacher centered ini, seringkali siswa
tidak konsentrasi dengan apa yang disampaikan guru. Kecenderungan pembelajaran
demikian mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran.
Proses
pembelajaran pada hakekatnya
untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai
interaksi dan pengalaman belajar. “Dalam proses belajar mengajar keterlibatan
siswa harus secara totalitas, artinya melibatkan pikiran, penglihatan,
pendengaran, dan psikomotor, sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukkan
proses belajar mengajar interaktif “ (Mulyasa, 2006:105). Bila kegiatan
pembelajaran dengan metode ceramah dilakukan terus menerus, maka siswa akan
merasa jenuh dan bosan dalam pembelajaran di kelas sehingga dapat menurunkan
minat belajar siswa. Setiap siswa harus memiliki motivasi atau minat yang besar
terhadap mata pelajaran yang mereka ikuti, karena selain dapat memusatkan
pikiran, motivasi juga akan menimbulkan kegembiraan dalam belajar sehingga
tanpa disuruh siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran.
Saat
ini sering muncul adanya pandangan dari banyak siswa tentang pelajaran IPS yang
dianggap kurang menarik. Pendapat ini muncul karena pelajaran IPS cenderung
menghafal dan memerlukan daya ingat yang cukup kuat, selain itu materi yang
harus dipelajari cukup banyak. Hal ini
diperkuat dengan adanya hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti.
Pengamatan tersebut dilakukan di SMP
Negeri 1 Wagir Kab. Malang
kelas
IXA dengan jumlah 34 siswa, diperoleh hasil bahwa mayoritas siswa kelas IX
kurang menyukai pelajaran IPS karena pelajaran IPS cenderung menghafal, kurang
menarik dan membosankan. Mereka berpendapat bahwa materi IPS terlalu banyak
sehingga sulit untuk dihafalkan.
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran IPS kelas IX
di SMP Negeri 1 Wagir Kab.Malang, menjelaskan bahwa metode pembelajaran yang
sering digunakan untuk menyampaikan materi adalah metode
ceramah dan penugasan[S1] .
Pelaksanaan pembelajaran masih mengandalkan guru
sepenuhnya atau masih teacher centered. Guru lebih sering menggunakan
ceramah dalam kegiatan belajarnya. Guru juga pernah menggunakan metode diskusi
kelompok. Namun masih tidak bisa membuat semua siswa aktif dalam pembelajaran,
sedangkan yang lainnya cenderung menjadikan kesempatan diskusi ini untuk
mengobrol dengan temannya.
Selain itu, hasil belajar yang diperoleh juga menunjukkan
bahwa siswa belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu hanya
mencapai sekitar 62,5% sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal harus
mencapai 75% dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 75% (standar
ketuntasan minimal). Hal tersebut disebabkan karena minat belajar siswa
terhadap pelajaran IPS sangat rendah.
Dari
kondisi yang demikian, perlu adanya strategi belajar mengajar yang menciptakan
suasana yang mampu meningkatkan aktivitas
belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan
perubahan model pembelajaran
yang dianggap efisien dalam menyampaikan suatu pelajaran kepada siswa sehingga
tujuan dan hasil pembelajaran dapat tercapai. Menurut Soetomo (dalam Wajahudin,
2009:2), semakin baik penggunaan model
mengajar semakin berhasilah pencapaian tujuan. Penggunaan model yang menarik akan menumbuhkan
motivasi siswa sehingga mereka dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.
Salah
satu model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mengatasi
masalah tersebut diatas adalah dengan menggunakan model bermain peran (role playing).
Menurut Mudjiono dan Dimyati (1992:80) bermain peran adalah permainan
pendidikan yang memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan
kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi
sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan masa yang akan
datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat dipercaya atau mengkhayal
situasi pada suatu tempat dan waktu tertentu. Menurut Hidayati (2008:7.37)
melalui model
bermain peran dapat melibatkan aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Aspek kognitif meliputi pemecahan masalah, aspek afektif meliputi sikap,
membandingkan dan mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati atas dasar
tokoh yang mereka perankan. Sedangkan aspek psikomotor terlihat ketika siswa
memainkan peran di depan kelas.
Model bermain peran (role playing)
jika diterapkan dalam pembelajaran PKn memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya yaitu dapat melatih siswa untuk memahami dan mengingat bahan yang
didramakan sehingga daya ingat siswa dapat tahan lama, melatih siswa untuk
lebih inisiatif dan kreatif, agar siswa
dapat menghayati suatu kejadian sebenarnya dalam realita hidup serta memahami
apa yang menjadi sebab dari sesuatu dan bagaimana akibatnya, dan siswa dapat
membentuk konsep secara mandiri. Dengan demikian, melalui model bermain peran
diharapkan minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran IPS yang selalu kaku
dan menjemukan dapat disegarkan kembali.
Dari hasil
penelitian terdahulu yaitu: Desi Kusuma Dewi menyatakan bahwa model pembelajaran role
playing dapat meningkatkan
keaktivan dan prestasi belajar siswa. Demikian pula dengan Nurma Indah Pangestu yang menyatakan bahwa
melalui model
role
playing, hasil
belajar siswa meningkat terhadap mata pelajaran IPS. Dengan demikian penelitian ini telah relefan terbukti
dari hasi belajar siswa yang semakin meningkat dari siklus ke siklus serta
dapat dilihat dari antusias dan keaktivan siswa dalam bermain peran dan minat belajar siswa terhadap
pelajaran IPS yang semakin meningkat.
Berdasarkan
uraian di atas dan upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn
serta demi tercapainya proses pembelajaran yang lebih baik, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Role
Playing Pada Mata Pelajaran IPS Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Wagir Kab Malang”.
[S1]Ini
penelitinya guru atau fihak luar??? Kalau ini PTK Ibu sebaiknya kalimatnya
diganti, Ibu sebagai penelitinya.